Kamis, 11 April 2013

GSLC Business Driven Technology


Tugas GSLC 1 Business Driven Technology mengenai Class Diagram untuk penjualan terdapat empat dimana class tersebut antara lain adalah class karyawan, class laporan, class order dan class pelanggan. Dari class pelanggan kita membagianya mejadi 2 yakni class pelanggan tetap dan class pelanggan harian.Setiap class diagram saling berhubungan satu sama lain untuk menunjukan setiap proses dari penjualan barang ini berjalan sesuai. Dari setiap class memiliki key yang dapat membuat masing-masing dari class tersebut dapat saling berhubungan. Ada Primary Key yang terdapat pada setiap atribut pertama dari class untuk membuat suatu kode yang unik agar tidak sama dengan class yang lain. Ada juga Foreign Key yang mana Primary Key dari satu kelas terdapat dalam atribut kelas lain. Ini untuk mendapatkan data atau informasi dari class Primary Key tersebut. Ada juga hubungan yang berbentuk angka seperti Class Diagram diatas ada angka seperti 1..1 atau 1..* yang mana menunjukan transaksi yang dilakukan dari satu class dengan class yang lain. Sebagai contoh dari Class Karyawan 1..* lalu dari Class Laporan 1..1, ini menunjukan karyawan bisa banyak orang dan karyawan tersebut bisa membuat 1 laporan ataupun lebih dari 1 laporan.


06 PBY
Donny Permana Putra – 1401117192

Rabu, 10 April 2013

Paper 1


                Business Driven Technology



Dalam menganalisis kondisi bisnis suatu perusahaan, dapat digunakan analisis lima
kekuatan bersaing (five competitive forces). Analisis Porter untuk Indomaret ini diperlukan,
mengingat banyak sekali IDF (Indomaret Franchise) yang telah bermunculan dimana-mana.
Analisis lima kekuatan bersaing ini dapat menentukan profitabilitas dari Indomaret yang
menjadi daya tarik bagi suatu industri, yang dengan mengetahui posisi suatu usaha
berdasarkan kekuatan-kekuatan yang telah dimilikinya. Aturan persaingan berdasarkan
Porter meliputi masuknya pesaing baru, ancaman dari produk pengganti (substitusi),
kekuatan penawaran (tawar-menawar) pembeli, kekuatan penawaran pemasok dan
persaingan diantara pesaing yang ada. Analisis lima kekuatan bersaing pada Indomaret
cabang Kebayoran Lama adalah sebagai berikut :

1. Persaingan Antar Perusahaan Sejenis
            Persaingan dalam industri ini masih terus berkembang sampai saat ini dan
persaingan tersebut cukup ketat. Hal ini terlihat dengan munculnya minimarket
waralaba dan non-waralaba mandiri baru yang merupakan kategori pengecer dan
semakin bertambahnya pendirian cabang-cabang gerai baru oleh perusahaan ritel.

Tingkat pertumbuhan industri ritel, setiap tahunnya pun mengalami kenaikan.
Ketiadaan diferensiasi produk dalam industri ritel, dapat digolongkan produk yang
hampir sama. Maka pemilihan produk oleh pembeli didasarkan harga dan pelayanan
yang diberikan. Dalam hal persaingan, diantara ritel-ritel modern, pesaing-pesaing
langsung bagi Indomaret adalah Alfamart, Alfamidi, Circle-K, Patra Mart, S’Mart, Madani
Mart, Seven Days dan Ahadmart. Dari semua kompetitor dengan kategori peritel yang
sama sangat memungkinkan berbeda yang dilihat dari kenyamanan saat berbelanja,
keamanan, kemudahan, variasi produk yang semakin beragam, kualitas produk yang
terus meningkat, harga produk yang menjadi lebih murah. Sehingga di sekitar lokasi
perusahaan ritel terdapat beberapa bisnis yang menjadi pesaing sejenis. Pesaing pesaing yang

berada disekitar Indomaret Kebayoran Lama franchisee PT Akindo ini
adalah Alfamart Kebayoran Lama dan Alfamidi 24 Jam, sedangkan supermarket dan
hypermarket seperti Carrefour Permata Hijau adalah pesaing-pesaing yang sifatnya tidak
langsung karena kategori ritelnya memang berbeda. Jadi dengan adanya para pesaingpesaing

baru dari bisnis ritel yang terus bermunculan, maka persaingan di dalam
industri ini cenderung cukup tinggi.

2. Kemungkinan Masuknya Pesaing Baru
            Dalam bisnis ritel, kemungkinan masuknya pesaing baru dapat dikatakan tidak
mudah. Karena hambatan masuk bagi pendatang baru cukup besar. Hal ini disebabkan
karena untuk masuk ke dalam industri bisnis ritel ini, pesaing baru memerlukan modal
yang cukup besar dalam berinvestasi, kebutuhan akan diferensiasi produk yang banyak
(beraneka ragam), dan memperoleh akses untuk masuk ke dalam saluran distribusi
yang luas.

3. Potensi Pengembangan Produk Subtitusi
Pada Industrl ritel khususnya minimarket, ancaman produk substltusinya adalah
para peritel tradisional. Hal ini dapat dengan jelas dikatakan bahwa, para peritel
tradisional memiliki banyak produk beragam sebagai barang pengganti. Penjualan
makanan, daging, sayuran serta produk-produk makanan lainnya, serta melakukan
pembatasan penjualan terhadap produk-produk nonmakanan, seperti produk kesehatan,
kecantikan dan produk-produk umum lainnya. Para peritel tradisional dapat menjadi
produk substitusi karena peritel tradisional merupakan pasar tradisional yang
menyediakan segala kebutuhan barang-barang yang dibutuhkan konsumen secara lebih
lebih lengkap bila dengan Indomaret. Indomaret hanya menjual beberapa produk
seperti, kebutuhan sembako, makanan kemasan, nonmakanan dll.

4. Kekuatan Tawar-Menawar Pembeli / Konsumen
 Kekuatan posisi tawar menawar pembeli lebih kuat dibandingkan perusahaan
ritelnya. Ini dikarenakan perusahaan menjual produk kebutuhan sehari-hari dengan
konsumennya adalah konsumen akhir. Konsumen yang membeli produk kebutuhan
sehari-hari pada saat ini peka terhadap harga dikarenakan keadaan perekonomian
negara yang masih belum stabil. Jadi, perusahaan harus menetapkan harga yang tepat
dan memberikan pelayanan yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan.
Kekuatan yang dimiliki pembeli mampu memaksa harga turun, peningkatan pelayan dan
kualitas, dalam hal menetapkan harga IDF Keb-Lama tidak secara langsung menentukan
harga, harga sepenuhnya ditentukan oleh franchisor-nya Indomaret dan harga yang
ditawarkan merupakan harga mati yang tidak dapat ditawar yang sifatnya tetap (fix).
Dan dalam hal ini, kekuatan tawar menawar pembeli ataupun konsumen bisa dikatakan
sangat rendah.

5. Kekuatan Tawar-Menawar Penjual / Pemasok
Kekuatan posisi Indomaret franchisee PT Akindo lebih lemah dibandingkan
dengan pemasoknya. Dikarenakan Indomaret franchisee PT Akindo merupakan
terwaralaba dari PT Indomarco Prismatama. Dengan demikian supply barang Indomaret
franchisee PT Akindo, seratus persen berasal dari PT Indomarco Prismatama dengan
beberapa suppliers yang sudah ditentukan sebelumnya, ≥ 500 pemasok. Dalam hal ini,
Indomaret memiliki posisi baik dalam menentukan produk yang akan dijualnya. Dilihat
dari jumlah pemasok yang banyak, pembelian barang dengan skala yang besar, produk
pemasok terdiferensiasi. Tetapi tidak untuk Indomaret franchisee Kebayoran Lama,
karena tawar menawar penjual ataupun pemasok dalam hal ini rendah.
  • Kemungkinan Masuknya Pesaing Baru      • Hambatan masuk bagi pendatang baru tidak mudah  dan cenderung tinggi


  • Kekuatan TawarMenawar Penjual /PemasokCenderung rendah,karena seratus persenbarang daganganberasal dariPT IndomarcoPrismatama, dengan banyak suppliers yang telah ditentukan sebelumnya ≥ 500 pemasok).

  • Persaingan Antar Perusahaan Sejenis
    • Alfamart
    • Alfamidi
    • Circle-K
    • Patra Mart
    • S’Mart
    • Madani Mart
    • Seven Days
    • Ahadmart


    Kekuatan TawarMenawar Pembeli / Konsumen
    Cenderung rendah,
    karena harga yang
    ditawarkan tetap(fix),
    dan ditujukan kepada:
    • Konsumen Akhir
    (End User)

           Potensi Pengembangan Produk Subtitusi
    Ancaman produk substitusi bagi Indomaret adalah para peritel tradisional




  Sumber : Hasil Analisis Wawancara IDF Keb-Lama
          Porter Generic Strategi

Jika penentu utama dari profitabilitas perusahaan adalah daya tarik industri di mana ia beroperasi, merupakan penentu sekunder penting adalah posisinya dalam industri tersebut. Meskipun industri mungkin memiliki profitabilitas bawah rata-rata, sebuah perusahaan yang diposisikan secara optimal dapat menghasilkan keuntungan superior.Sebuah perusahaan memposisikan dirinya dengan memanfaatkan kekuatan. Michael Porter telah menyatakan bahwa kekuatan sebuah perusahaan pada akhirnya jatuh ke salah satu dari dua judul: keunggulan biaya dan diferensiasi. Dengan menerapkan kekuatan baik dalam lingkup yang luas atau sempit, tiga generik hasil strategi: kepemimpinan biaya, diferensiasi, dan fokus. 
1. Strategi Biaya Rendah (cost leadership) atau Kepemimpian biaya

         Cost Leadership atau kepemimpinan biaya merupakan salah satu generic strategy.Strategi ini dilakukan dengan cara memproduksi barang dengan biaya yang lebih rendah dengan kualitas yang relatif sama dibandingkan dengan para pesaingnya. Untuk dapat menjalankan strategi ini, perusahaan perlu memiliki economies of scalelebih tinggi atau memiliki keunggulan dalam produktivitas. Dengan kata lain, perusahaan yang mengarahkan dirinya menjadi produsen yang low-cost dalam industri untuk setiap level kualitas, maka perusahaan tersebut telah menjalankan strategi ini (Porter, tahun). Strategi ini mempunyai dua macam strategi turunannya, yaitu (1) produk dijual dalam rata-rata harga industri untuk meraih keuntungan yang lebih besar dari pesaing dan (2) produk dijual dibawah rata-rata harga industri untuk meraih market-share yang lebih luas.
       Ada beberapa keadaan lingkungan yang dapat menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan ketika akan menjalankan strategi kepemimpinan biaya ini. Ketika pembeli tidak ada diferensiasi nilai terlalu banyak dengan produk lain, pembeli cenderung sensitif terhadap harga, atau para pesaing tidak akan segera menyesuaikan harga yang lebih rendah (melalui analisis teori permainan), maka situasi ini akan mendukung berjalannya strategi ini. Sebaliknya ketika tidak ada perubahan dalam selera konsumen, teknologi dan harga atau biaya; aktivitas yang diambil untuk mencapai biaya rendah sangat langka dan mahal untuk ditiru, maka strategi ini menjadi kurang efektif.
Perusahaan yang menjalankan strategi ini akan dapat melayani berbagai segmen industri atau mungkin beberapa industri. Sumber keuntungan biaya dapat  diperoleh dari berbagai sumber seperti skala ekonomis, teknologi eksklusif atau akses ke bahan baku. Produser yang low-cost sering menjual produk standar dan melakukan penekanan pada skala eksploitasi dan memanfaatkan keunggulan biaya absolut.
Dengan menjalankan strategi ini perusahaan harus lah memiliki kelebihan dalam aspek pangsa pasar yang lebih luas ataupun akses ke sumber daya seperti bahan baku, komponen, tenaga kerja yang lebih baik. Dengan keuntungan pada dua hal itu, dan dikombinasikan dengan bisnis proses yang efisien maka perusahaan dapat menjalankan strategi ini dengan baik. Beberapa ciri bisnis proses yang efisien akan terlihat pada aspek seperti seperti memiliki capabilities keuangan yang kuat untuk berinvestasi dalam spesific assets, mampu mendesain proses produksi dengan efisien, memiliki keahlian yang tinggi dalam industri karena learning/experience curve yang tinggi, dan memiliki jalur distribusi yang efisien. Tanpa satu atau beberapa keuntungan ini, strategi ini dapat dengan mudah ditiru oleh pesaing-pesaing lainnya.
Ada beberapa aspek yang lebih rinci untuk pelaksanaan yang sukses strategi ini seperti keterampilan rekayasa proses, produk yang dirancang untuk kemudahan manufaktur, akses berkelanjutan ke modal yang murah, pengawasan terarah pada tenaga kerja, biaya pengendalian yang cukup, insentif berdasarkan target kuantitatif, biaya yang disimpan berada pada tingkat seminimum mungkin. Pada intinya perusahaan yang menjalankan strategi ini harus dapat membangun rantai nilai produk yang ditawarkan dari sejak hulu hingga hilir dalam suatu proses bisnis yang paling efisien. Beberapa perusahaan pengecer seperti Wal-Mart, KwikSave TI, Dell dan Lenovo telah berhasil membuktikan bagaimana cost leadership strategy dapat berjalan.
Perusahaan-perusahaan yang telah berhasil dalam cost leadership biasanya memiliki kekuatan-kekuatan internal seperti: akses pada modal yang diperlukan ntuk membuat investasi yang signifikan dalam aset-aset produksi, investasi ini menyebabkan barrier to entry yang tidak dapat diatasi oleh banyak perusahaan; keterampilan dalam merancang produk untuk proses manufaktur yang efisien, misalnya mempunyai sebuah komponen hitung kecil yang digunakan untuk mempersingkat proses perakitan; keahlian tingkat tinggi dalam proses manufaktur rekayasa; dan jalur distribusi yang efisien. Selain itu perusahaan dalam meraih keuntungan biaya dapat dilakukan dengan cara meningkatkan efisiensi proses, mendapatkan akses yang unik ke sumber material besar yang harganya rendah, membuat outscoring dan integrasi vertikal yang optimal, atau menghindari beberapa biaya sekaligus. Jika perusahaan yang berkompetisi tidak dapat menurunkan biaya-biaya yang sama jumlahnya, maka perusahaan dapat mempertahankan keunggulan kompetitif berdasarkan biaya kepemimpinan. Dapat disimpulkan bahwa cost leadership dapat diraih dengan cara (1) Keputusan outsourcing dan vertical integration yang optimal, (2) Meningkatkan efisiensi dalam setiap value chain, atau (3) Mendapatkan sumber input yang murah.
 Dalam kasus indomaret ini, harga sepenuhnya ditentukan oleh franchisor-nya Indomaret dan harga yang ditawarkan merupakan harga mati yang tidak dapat ditawar yang sifatnya tetap (fix). 
2. Strategi Pembedaan Produk (differentiation)
            Diferensiasi adalah strategi aktif untuk mendapatkan hasil diatas rata-rata dalam sebuah bisnis tertentu karena loyalitas merek akan membuat sensitivitas konsumen terhadap harga menjadi randah. Loyalitas pembeli berfungsi sebagai penghalangmasuk industry- perusahaan-perusahaan baru harus mengembangkan kompetesnsi tersendiri mereka untuk membedakan produk mereka melaluai cara-cara tertentu agar dapat besaing dengan sukses. Diferensiasi diarahkan pada pasar luas dan melibatkan penciptaan sebuah produk atau jasa uniik, yang mebuat perusahaan harus menetapkan harga premium. Dalam hal ini Indomaret menerapkan strategi-strategi yang membuatnya berbeda dari pesaingnya, yaitu:
- Harga Heboh: promosi mingguan yang memberikan harga sangat murah untuk produk-produk kebutuhan sehari-hari
-Super Hemat: Leaflet edisi dua mingguan yang mempromosikan produk-produk dengan hemat sebagai panduan bagi konsumen untuk belanja hemat
-Promosi Bulan Ini: promosi bulanan atas produk tertentu daam bentuk pembelian langsung atau potongan harga
Untuk jangka panjang, Indomaret juga menerapkan berbagai program yang berkaitan dengan loyalitas atau potongan harga 
Resiko Diferentiation
1.      Diferensiasi Tidak Bertahan
 Pesaing meniru
 Basis lain bagi diferensiasi menjadi kurang penting bagi pembeli
2.      Kedekatan biaya menghilang
3.      Para pem-“focus diferensiasi” mencapai deferesiasi yang lebih besar lagi dalam segman
 Pada umumnya strategi biaya rendah dan pembedaan produk diterapkan perusahaan dalam rangka mencapai keunggulan bersaing (competitive advantage) terhadap para pesaingnya pada semua pasar. (Lihat David, 1998; Fournier dan Deighton, 1997; Pass dan Lowes, 1997; Porter, 1980 dan 1985).
3. Strategi Fokus (focus)
Strategi fokus digunakan untuk membangun keunggulan bersaing dalam suatu segmen pasar yang lebih sempit. Strategi jenis ini ditujukan untuk melayani kebutuhan konsumen yang jumlahnya relatif kecil dan dalam pengambilan keputusannya untuk membeli relatif tidak dipengaruhi oleh harga. Dalam pelaksanaannya – terutama pada perusahaan skala menengah dan besar –, strategi fokus diintegrasikan dengan salah satu dari dua strategi generik lainnya: strategi biaya rendah atau strategi pembedaan karakteristik produk. Strategi ini biasa digunakan oleh pemasok “niche market” (segmen khusus/khas dalam suatu pasar tertentu; disebut pula sebagai ceruk pasar) untuk memenuhi kebutuhan suatu produk — barang dan jasa — khusus.
Syarat bagi penerapan strategi ini adalah adanya besaran pasar yang cukup (market size), terdapat potensi pertumbuhan yang baik, dan tidak terlalu diperhatikan oleh pesaing dalam rangka mencapai keberhasilannya (pesaing tidak tertarik untuk bergerak pada ceruk tersebut). Strategi ini akan menjadi lebih efektif jika konsumen membutuhkan suatu kekhasan tertentu yang tidak diminati oleh perusahaan pesaing. Biasanya perusahaan yang bergerak dengan strategi ini lebih berkonsentrasi pada suatu kelompok pasar tertentu (niche market), wilayah geografis tertentu, atau produk — barang atau jasa — tertentu dengan kemampuan memenuhi kebutuhan konsumen secara baik, excellent delivery. (Lihat David, 1998; Fournier dan Deighton, 1997; Pass dan Lowes, 1997; Porter, 1980 dan 1985).
Dalam hal ini, Indomaret melakukan strategi fokus dengan mengevaluasi terhadap keuntungan per produk barang dagangan yang ditawarkan pada pelanggan yang merupakan dasar untuk dapat menetapkan strategi pengelolaan ritel dengan lebih komprehensif. Melalui evaluasi keuntungan per produk, peritel dapat mengklasifikasikan mana produk-produk yang tergolong sebagai produk cepat laku (fast moving product) dan mana yang dikelompokkan sebagai produk yang kurang laku (slow moving product).
Indomaret terus melakukan evaluasi terhadap keuntungan per produk, sehingga berdasarkan data evaluasi tersebut, Indomaret bisa menerapkan space produk mana yang perlu dipasok lebih banyak dari segi kuantitas dan mana yang tidak, sehingga dengan adanya evaluasi seperti ini maka keuntungan dapat terus dikendalikan untuk mencapai maksimum profit.

06 PBY
Donny Permana Putra – 1401117192
Ferdy Faisal -
  1401131234              


Selasa, 26 Maret 2013

KEY ISSUES AROUND BPR AND THE EVOLUTION OF BPR FOR e-BUSINESS



Tugas Analisa Dan Perancangan E-bisnis
Pada kondisi lingkungan bisnis saat ini, strategi jangka panjang yang telah disusun bisa saja berubah dengan munculnya tindakan dadakan sebuah perusahaan. Tindakan ini bertujuan untuk mengantisipasi segala bentuk perubahan baik secara internal maupun eksternal. Perusahaan yang tidak siap dengan bergejolaknya lingkungan bisnis dipastikan tidak akan mampu bertahan dipasar, masih banyak perusahaan yang cenderung melupakan tujuan meraih keunggulan kompetitif, mereka hanya focus pada usaha untuk mengantisipasi gejolak ketidakpastian yang terjadi pada saat ini dan cenderung lebih mengutamakan kepentingan menyelamatkan diri dari bergejolaknya kondisi ekonomi. Pada saat ini merupakan waktu yang tepat bagi perusahaan untuk melakukan masa transisi melalui adanya proses pembelajaran (learning proses) apakah praktik-praktik manajemen (management practices) yang diterapkan masih relevan atau tidak. Praktik-praktik manajemen saat ini memiliki kecenderungan mengarah pada bentuk organisasi yang ramping (lean), datar (flat), dan fleksibel dengan tujuan menjadikan organisasi tersebut menjadi organisasi yang bisa bergerak lincah dalam mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi. Tetapi tidak sedikit perusahaan yang tanpa menggunakan perhitungan yang matang langsung melakukan revolusi (reengineering) penciutan organisasi, pemangkasan jenjang organisasi di berbagai bidang, dan melakukan pemutusan hubungan kerja. Kejadian ini membawa dampak pada banyaknya sumber daya manusia (SDM) yang sudah terdidik, terlatih, berpengalaman, profesional, kompeten, dan bisa menjadi sumber keunggulan kompetitif menjadi korban akibat tindakan dan keputusan tergesa-gesa yang diambil perusahaan.

A. Konsep Reengineering
Reengineering adalah proses berpikir kembali (rethinking) dan proses perancangan kembali (redesign) secara mendasar (fundamental) untuk memperoleh perbaikan yang memuaskan atas kinerja perusahaan yang mencakup cost, quality, delivery, service, and speed dengan pengukuran yang teliti atau kontemporer. Reengineering bisa juga diartikan sebagai inovasi proses, atau perencanaan visi strategik dan strategi kompetitif baru serta pengembangan proses bisnis baru yang mendukung visi tersebut. 
Definisi reengineering memuat empat kata kunci, yaitu:
1. Process, yaitu serangkaian aktivitas yang mengubah masukan menjadi keluaran. Terdapat tiga aktivitas dalam proses yaitu:
a. Value-adding activities : aktivitas untuk menghasilkan nilai tambah,
b. Hand-off activities : aktivitas yang memindahkan aliran kerja dengan melewati hambatan-hambatan fungsional, departemental atau organisasional, dan
c. Control activities : aktivitas yang tercipta untuk mengendalikan Hand-off activities.
2. Strategik and value added. Target utama bisnis proses reengineering adalah stratgei dan nilai tambah. Untuk memaksimalkan tingkat pengembalian investasi dalam reengineering, perusahaan mulai memfokuskan pada proses yang terpenting dalam perusahaan, yaitu tidak hanya strategi dan nilai tambah tetapi keseluruhan system, kebijakan dan struktur organisasi yang mendukung proses.
3. Optimization of work flow and productivity in organization, yaitu meningkatkan produktivitas, pangsa pasar, pendapatan, tingkat pengembalian investasi dan asset. Proses bisnis reengineering dapat diukur dari pengurangan biaya per unit.
4. Rapid, radical and redesign. Rekayasa ulang harus dilaksanakan secara cepat dan radikal serta merancang kembali proses bisnis untuk menghilangkan aktivitas yang tidak perlu.
Tujuan proses bisinis reengineering adalah perbaikan proses untuk meningkatkan kepuasan total baik bagi pelanggan internal maupun pelanggan eksternal, menurut Andrews dan Stalick tujuannya adalah sebagai berikut :
- Meningkatkan kemampuan organisasi dalam menghasilkan barang atau jasa yang khusus serta mempertahankan produksi masal.
- Meningktkan kepuasan atas barang atau jasa sehingga pelanggan akan memilih barang atau jasa perusahaan daripada perusahaan pesaing.
- Membuat lebih mudah dan menyenangkan bagi pelanggan untuk melakukan bisnis dengan perusahaan.
- Memutuskan batasan organisasional, membawa pelanggan kepada saluran informasi melalui komunikasi, jaringan dan teknologi computer.
- Mempercepat waktu respon kepada pelanggan, mengeleminasi kesalahan dan ketidak puasan, serta mengurangi pengembangan barang atau jasa dalam waktu siklus pabrik.
- Memproses permintaan pelanggan yang lebih dan peningkatan volume dari setiap pelanggan serta menetapkan harga “value-driven” untuk pelanggan tanpa mengurangi profitabilitas.
- Memperbaiki kualitas kerja dan kemampuan individu dalam memberikan kontribusi pada perusahaan.
- Memperbaiki pembagian dan kegunaan pengetahuan organisasi sehingga organisasi tidak tergantung pada keahlian beberapa orang saja.
Dalam melakukan proses bisnis reengineering harus berlandaskan pada beberapa prinsip-prinsip, yang terdiri dari :
- Mengorganisasikan hasil dari seluruh langkah dalam proses, bukan satu langkah saja.
- Orang yang mengusulkan disain proses baru tersebut harus bisa melakukannya dengan tepat.
- Pekerjaan dalam memproses inromasi diusahakan menjadi kerja nyata yang menghasilkan informasi akurat yang dibutuhkan.
- Sumber-sumber produksi yang letaknya menyebar harus dibuat agar seolah-olah disentralisasikan.
- Lebih menghubungkan aktivitas parallel daripada mengintegrasikan hasilnya.
- Meletakkan titik keputusan di mana pekerjaan tersebut dilakukan, dan menentukan kontrol atas proses tersebut.
- Menerima informasi satu kali saja daripada menerima informasi berulang kali. 
Proses bisnis reengineering memiliki beberapa tahapan yang terdiri dari 3R, yaitu :
1. Rethink, Memikirkan kembali tujuan yang akan dicapai saat sekarang dengan asumsi yang diperlukan untuk menentukan apakah tujuan tersebut masih bisa digunakan pada komitmen yang baru untuk memenuhi kepuasan pelanggan di waktu yang akan datang.
2. Redesign, Mencakup analisis tentang cara organisasi dalam pemproduksi barang atay jasa, bagaimana struktur kerjanya, siapa yang menyelesaikan suatu tugas tertentu dan apa hasil yang dicapai dari masing-masing prosedur tersebut.
3. Retool, Mencakup evaluasi tentang keuntungan atau manfaat yang diperoleh dari teknologi mutakhir yang digunakan khususnya pada electronic word and data processing system untuk menentukan kemungkinan merubah teknologi tersebut agar kualitas meningkat.
Jika perusahaan telah menentukan bahwa suatu proses tidak efektif dan efisien maka perusahaan harus merancang kembali proses baru dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menentukan tujuan bisnis dan proses.
2. Menentukan proses mana yang akan diubah/diperbaiki.
3. Memahami dan mengukur proses yang lama tersebut.
4. Menentukan tingkat informasi teknologi yang dibutuhkan.
5. Merancang dan membuat suatu model mengenai proses yang baru. 
B. Risiko Reengineering.
Pada organisasi perusahaan dan proses bisinis, penerapan reengineering yang tepat dapat menjanjikan perubahan secara drastis, seperti peningkatkan kinerja organisasi dan karyawan. Tetapi jika penerapan reengineering tidak dilakukan secara tepat (gagal), maka terdapat resiko yang akan dialami perusahaan, antara lain :
- Risiko teknis (technical risk) yaitu risiko yang terjadi karena terbatasnya kapabilitas teknologi yang digunakan organisasi dalam proses reengineering.
- Risiko finansial (financial risk) terjadi jika proyek reengineering tidak berjalan sesuai dengan rencana, atau jika tidak selesai tepat pada waktunya dan tidak sesuai dengan biaya yang dianggarkan.
- Risiko politis (political risk) yaitu terjadinya resistance to change terhadap proyek-proyek reengineering.
- Risiko fungsional (functional risk) merupakan kesalahan sistem disainer dalam memahami kebutuhan organisasi dan kurangnya keterampiland an pengentahuan pelaksana, sehingga mengakibatkan kapabilitas sistem yang dirancang tidak tepat.
- Risiko proyek (project risk) adalah risiko yang bisa terjadi jika personel pemroses data tidak memahami dan tidak familiar terhadap teknologi baru, sehingga menimbulkan masalah-masalah yang kompleks.


C. Tantangan Kondisi Lingkungan bisnis
Dalam menghadapi dinamika perubahan lingkungan bisnis yang demikian pesat, sebaiknya tindakan mana yang dilakukan perusahaan untuk mengantisipasinya? Terdapat dua pilihan yang dapat dilakukan oleh perusahaan baik melakukan perubahan evolusi secara bertahap dan continuous improvement atau melalui reengineering yang bersifat revolusioner, radikal dan dramatis. Cara terbaik yang ditempuh perusahaan adalah tergantung pada kemampuan perusahaan itu sendiri dalam mengintegrasikan kedua paham yang bertentangan tersebut, yang pada gilirannya nanti akan menghasilkan tindakan yang mampu mengantisipasi dan beradaptasi dalam dinamika perubahan lingkungan bisnis. Pada kondisi lingkungan yang jumlah pesaingnya relative masih sedikit, tingkat ketidakpastiannya rendah, maka bentuk organisasi yang gemuk (fat) dan kaku mungkin masih bisa bertahan. Tetapi pada kondisi yang tingkat persaingannya ketat, penuh ketidakpastian dan tidak dapat diprediksi, dan terakhir terjadinya krisis dan gejolak ekonomi yang berkepanjangan, organisasi berusaha melakukan perubahan secara drastis (reengineering). Tidak sedikit organisasi yang melakukan pemangkasan dan mengubah dirinya menjadi organisasi yang ramping (lean organization). Tetapi ini dirasakan kejam bila dipandang dari sisi pemanfaatan sumber daya manusia, Namun tindakan-tindakan ini bukan merupakan cerminan budaya manusia sebagai anggota organisasi. Dengan pemangkasan dan penciutan, otomatis menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja, memang mengurangi biaya operasional dan meningkatkan produktivitas. Di sisi lain karyawan-karyawan yang masih ada merasa lebih terbeban karena tanggung jawab yan dipikul menjadi lebih berat, belum lagi jika kondisi lingkungan kerja tidak mendukung. Akibatnya timbul kekecewaan dan ketidakpuasan bahkan terjadi frustasi karyawan. Tindakan seperti ini tampak cenderung mengabaikan dimensi pengembangan manajemen SDM.
D. Kegagalan Reengineering
Untuk menghindari risiko yang diakibatkan dari penerapan reengineering, kita harus mengetahui factor-faktor yang menyebabkan kegagalan penerapan reengineering, Kegagalan ini berhubungan dengan factor-faktor manajemen sumber daya manusia yang tidak sepenuhnya dipahami dan dipertimbankan. Dari sudut pandang manajemen sumber daya manusia, kegagalan reengineering disebabkan oleh dua factor utama, yaitu : Menolak untuk berubah (resistance to change) dan Kurangnya komitmen manajemen (lack of management commitment), sedangkan factor lainnya diluar sudut pandang managemen sumber daya manusia adalah : system informasi yang kurang memadai dan kurangnya keleluasaan (breatdh) dan kedalaman (depth) analisis terhadap factor-faktor kritis reengineering.
- Menolak untuk berubah (Risistence to change)
Merupakan masalah utama reengineering yang bisa terjadi karena reengineering tidak hanya terkait dengan teknologi tetaipi juga berpengaruh perilaku, nilai-nilai dan budaya organisasi. Disamping itu resistance to change juga dipicu oleh tidak adanya visi, lingkungan operasi dan lingkungan bisnis radikal.
Reengineering tidak cukup hanya semata-mata mengubah proses, tetapi yang penting adalah mengubah manajemen, memeberdayakan SDM, memupuk kreativitas serta human skill, sehingga mereka tidak menolak untuk berubah dan memiliki komitmen terhadap organisasi. Untuk mewujudkan semua ini perusahaan dituntut untuk memberikan pendekatan tentang konsep dan teknik reengineering, mengkomunikasikan visi dan misi, mengartikulasikan situasi kompetitif perusahaan serta menanamkan pemahaman yang mendalam tentang budaya, nilai-nilai organisasi, dan masalah-masalah organisasional. Tanpa pengetahuan dan pemahaman orang yang terlibat, maka reengineering tidak akan memberikan manfaat jangka panjang. Grover, dkk. (1995) memiliki argumen bahwa terjadinya resistance to change perlu diidentifikasi penyebab utamanya, apakah disebabkan oleh SDM-nya, sistem, atau interaksi berbagai pihak, sehingga bisa dilakukan tindakan-tindakan yang tepat. Sedangkan Hall memberikan saran untuk mengatasi resistance to change dengan komunikasi secara terbuka, dengan mengintensifkan interaksi dan kerja sama antara pihak manajemen dan pihak karyawan. Komunikasi yang baik akan membangun komitmen, memberikan pemahaman tentang perlunya reegineering dan meningkatkan kinerja perusahaan secara berkesinambungan.
- Kurangnya komitmen manajemen (lack of management commitment)
Komitmen manajemen sangat diperlukan dalam melakukan reengineering. Reengineering akan menghadapi kemungkinan kegagalan yang sangat besar tanpa adanya komitmen penuh pucuk pimpinan, dalam arti mereka harus memahami bagaimana peran pimpinan dalam suatu organisasi yang sedang mengalami perubahan radikal dan membangun konsensus semua jenjang hirarki. Agar menajemen memiliki komitmen terhadap keberhasilan proyek reengineering, maka eksekuti senior pun seharusnya terlibat seara aktif dalam jajaran manajemen, serta memeberikan kesempatan untuk menempatkan orang-orang terbaiknya menjadi anggota tim proyek. Hal ini perlu dilakukan karena fenomena menunjukkan bahwa seringkali perusahaan dalam melakukan reengineering menyerahkan sepenuhnya kepada konsultan. Hall menyimpulkan bahwa kesuksesan reengineering menurut komitmen jajaran manajemen untuk menginvestasikan waktunya sekitar 20% sampai 50% pada tahap pelaksanaan. Hal ini bisa dilakukan dengan mengadakan pertemuan rutin untuk memberikan informasi mengenai perkembangan reengineering dan mereview secara komprehensif mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan pelanggaran, kondisi ekonomi, kecenderungan pasar. Disamping itu juga mengevaluasi tingkat efisiensi (cara kerja yang lebih cepat dengan tingkat biaya yang lebih rendah), keefektifan (melakukan pekerjaan dengan lebih baik dan kemampuan menghasilkan kualitas kerja lebih yang tinggi) dan transformasi (perusahaan cara mendasar pada cara kerja orang-orang maupun departemen maupun perubahan sifat bisnis itu sendiri) baik pada level fungsional, lintas fungsi, maupun organsiasi secara keseluruhan.
- System informasi yang kurang memadai
Menurut Martinez sebagian besar perusahaan yang gagal dalam proyek reengineering disebabkan oleh adanya sistem informasi yang kurang memadai dan tidak menempatkan sistem informasi sebagai mitra kerja yang benar (true partner). Tanpa kemitraan yang bersifat membangun (constructive partner), kepemimpinan teknologi, dan fokus pada pengelolaan sistem informasi yang baik maka reengineering
lebih banyak menemui kegagalan. Selanjutnya Martinez berpendapat bahwa pada sebagian besar perusahaan, sistem informasi dituntut memiliki kemampuan untukmmengidentifikasi disain danm mengimplementasikan teknologi yang dapat diterapkan dan manajemen solusi yang berbasis teknologi. Pendapat ini didukung pula oleh Davenport dan Stoddart, bahwa sistem informasi berperan penting dalam mengeliminasi faktor-faktor penghambat keberhasilan reengineering. Kedudukan sistem
informasi dalam proyek reengineering bisa berperan sebagai mitra kerja (partnership)
atau sebagai pendukung (support).
- Kurangnya keleluasaan (breatdh) dan kedalaman (depth) analisis terhadap factor-faktor kritis reengineering
Hal ini menyebabkan kegagalan dalam proyek reengineering. keluasan di sini meliputi aktivitas-aktivitas yang perlu dilakukan manajer untuk mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang akan dan sedang didisain kembali untuk menciptakan nilai dalam unit bisnis dan organisasi secara keseluruhan. Sedangkan kedalaman menyangkut identifikasi seberapa besar unsur-unsur peran, tanggung jawab, pengukuran dan insentif, struktur organisasi, teknologi informasi, nilai-nilai bersama, dan skill keberhasilan reengineering.
E. Keberhasilan Reengineering
kunci keberhasilan dalam melakukan reengineering terletak pada pengetahuan dan kemampuan melaksanakannya, bukan keberuntungan. Bila mengetahui aturan-aturannya dan menghindari berbuat kesalahan, maka kemungkinan besar akan berhasil. Langkah pertama menuju keberhasilan reengineering adalah mengenali kegagalan umum dan belajar mencegahnya. Untuk mencapai keberhasilan dalam BPR, terdapat beberapa faktor yaitu :
1. Vision
Vision merupakan gambar tentang apa yang dikehendaki yang menyangkut : orang, produk, pelayanan, proses, fasilitas, kultur dan pelanggan. Setiap orang dalam organisasi harus mampu mengerti, memahami, menjiwai dan menggambarkan visi tersebut sehingga semua tindakan dan keputusan selalu membawa perusahaan makin dekat pada visi yang telah ditentukan. Kegiatan-kegiatan yang menyangkut visi antara lain :
- Menentukan strategi yang tepat
- Menjelaskan alasan mengapa dilakukan Bisnis Proses reengineering
- Mengembangkan suatu cita-cita masa depan yang dipahami semua orang
- Menentukan target yang harus dicapai
- Menjelaskan hubungan antara usaha BPR dengan usaha yang sudah dilakukan
- Membuat peta perubahan-perubahan sampai pada tahap akhir
2. Skills
Baik interpersonal skill maupun teknik skill, keduanya sangat diperlukan karyawan agar mereka mampu melaksanakan tugas-tugas dalam proses baru. Aktivitas yang dilakukan dalam peningkatan skill antara lain :
- Mendidik pimpinan puncak mengenai konsep dan implikasi BPR
- Menginventarisasi tipe kepemimpinan yang dibutuhkan untuk melakukan proses baru
- Berfikir luas masa depan
- Mengubah desain dan mengembangkan hal-hal dari luar ke dalam perusahaan
- Memperoleh dukungan sarikat pekerja dan
- Mengelola perbedaan atau konflik secara baik dan konstruktif.
3. Incentives
Apabila karyawan dapat memahami dan merasakan perubahan secara drastis membawa perbaikan bagi karyawan, maka mereka dapat melakukan perubahan secara lebih baik. Beberapa hal yang menyangkut insentif anatara lain :
- Perubahan harus dipimpin, disosialisasi dan dibuat target tertentu oleh pimpinan perusahaan
- Tim manajemen bertanggung jawab atas keberhasilannya
- Hilangkan rasa ketakutan
- Memberi penghargaan dan pengakuan atas keberhasilan dan prestasi karyawan
- Perubahan sikap dan budaya dengan sistem dan suri tauladan dari pimpinan perusahaan.
4. Resources
Beberapa hal dan aktivitas dalam pengalokasian sumber daya antara lain :
- Komitmen manajemen puncak untuk melaksanakan perubahan
- Paling sedikit 25% dari waktu manajemen puncak melaksanakan perubahan
- Mengadakan pelatihan dan bimbingan dalam melaksanakan perubahan
- Melakukan benchmarking
- Memanfaatkan sumber daya seefektif dan efisien mungkin.
5. Action plan.
Action plan adalah perencanaan dari serangkaian aktivitas, penanggung jawab dan jadwal waktu serta target yang terinci.